Rabu, 12 Desember 2012

Alur Penyelenggaraan Ujicoba Model Program Kursus Tata Laksana Rumah Tangga P2PNFI Regional II Semarang

Penyelenggaraan program kursus sektor informal bidang tata laksana rumah tangga berlangsung dalam lima tahap kegiatan pokok, yaitu: tes penelurusan bakat dan minat; kursus; magang; uji kompetensi, dan penempatan.
1.   Tes Penelurusan Bakat dan Minat
Kursus bidang tata laksana rumah tangga diperuntukkan bagi warga masyarakat yang memiliki bakat dan minat untuk menjadi tenaga kerja sektor informal di bidang tata laksana rumah tangga.
Tes penelurusan bakat dan minat dimaksudkan untuk mengetahui bakat dan minat calon peserta program di bidang hosekeeper, nanny, baby sittter, dan sejenisnya. Calon peserta program yang tidak lolos dalam tes penelusuran bakat dan minat diberikan orientasi teknis tentang bidang-bidang program yang akan diselenggarakan oleh penyelenggara dalam rangka memantapkan calon peserta untuk mengikuti kursus yang akan diikuti.
2.   Kursus
Kursus bidang tata laksana rumah tangga diperuntukkan bagi warga masyarakat yang telah memenuhi persyaratan sesuai yang direkomendasikan dari hasil tes bakat dan minat. Penyelenggara kursus harus dapat memberikan jaminan terpenuhinya standar kompetensi penata laksana rumah tangga. Model pembelajaran yang diselenggarakan harus aktif, inovatif, kreatif, dan menyenangkan disertai workshop atau praktikum dalam mengembangkan dan mengemas perangkat pembelajaran.
3.   Magang
Magang diselenggarakan bagi peserta program yang telah menyelesaikan kursus. Kegiatan magang dimaksudkan untuk memantapkan kemampuan profesional peserta program dalam menata laksana rumah tangga.   Magang dilaksanakan di tempat-tempat yang telah ditunjuk oleh penyelenggara sesuai dengan bidang keahlian masing-masing peserta program.
4.   Uji Kompetensi
Uji kompetensi dimaksudkan untuk mengukur kemampuan peserta program dalam menguasai kompetensi yang dipelajari. Uji kompetensi menjadi prasyarat utama bagi peserta program untuk memperoleh sertifikat penata laksana rumah tangga. Uji kompetensi juga menjadi prasyarat utama bagi penempatan lulusan di tempat kerja atau pengguna lulusan.
5.   Penempatan
Penempatan lulusan dilaksanakan setelah peserta program menyelesaikan seluruh kegiatan yang diselenggarakan oleh penyelenggara kursus bidang tata laksana rumah tangga. Selain sertifikat kompetensi sebagai prasyarat utama, verifikasi dokumen peserta program dan calon pengguna lulusan juga menjadi pertimbangan utama dalam menempatkan lulusan di tempat kerja atau calon pengguna lulusan. Penempatan lulusan di tempat kerja juga diberikan pendampingan untuk mengembangkan kemampuan lulusan di tempat kerja.


Penjelasan alur kursus bidang tata laksana rumah tangga  adalah sebagai beriku t:
1.   calon peserta program kursus yang memenuhi persyaratan sebagai peserta kursus penata laksana rumah tangga pertama kali harus mengikuti penilaian bakat dan minat. Penilaian ini dimaksudkan untuk mengetahui potensi peserta program di bidang keahlian yang disediakan oleh program kursus.
2.   Berdasarkan hasil penilaian tersebut, apa bila terdapat calon peserta program yang belum memenuhi persyaratan, mereka terlebih dahulu mengikuti program orientasi teknis untuk memperoleh perbekalan dan orientasi kerja yang sesuai dengan minat mereka. Orientasi teknis diberikan sebelum calon peserta mengikuti kursus. Apabila  calon lulus tes bakat dan minat atau telah mengikuti orientasi teknis bagi yang tidak lulusan tes bakat dan minat, calon peserta langsung mengikuti kursus.
3.   Kursus diikuti oleh calon peserta yang telah lulus penilaian bakat dan minat atau telah mengikuti orientasi teknis. Proses kursus berlangsung selama 150 jam, dengan ketentuan 30% pembelajaran teori dan 70% pembelajaran praktik dan 50 jam untuk magang.
4.   Magang diikuti oleh peserta program setelah mereka lulus ujian persiapan magang. Magang diselenggarakan di berbagai tempat sesuai dengan bidang keahlian masing-masing peserta program.
5.   Uji kompetensi dimaksudkan untuk mengukur kemampuan peserta program dalam melaksanakan pekerjaan. Uji kompetensi diselenggarakan setelah peserta program menyelesaikan program magang dan lulus uji penguasaan akademik dan praktikum. Uji kompetensi ini menjadi prasyarat utama bagi peserta program untuk memperoleh sertifikat bidang tata laksana rumah tangga dan penempatan di tempat kerja.
6.   Penempatan dilaksanakan setelah peserta program lulus uji kompetensi dan mengumpulkan dokumen-dokumen yang diperlukan serta pesanan dari calon pengguna lulusan. Penempatan lulusan didahului oleh pembuatan kesepakatan antara lulusan dengan calon pengguna dan disaksikan oleh penyelenggara program.

Kebutuhan Kursus Tata Laksana Rumah Tangga di Indonesia



Program pengentasan kemiskinan selalu menjadi agenda utama pembangunan di negara ini. Program Master Plan Percepatan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) sudah diluncurkan dan diharapkan mampu mengentaskan masyarakat dari jeratan kemiskinan. Untuk merealisasikan program rersebut, setiap kementerian mempunyai agenda pengurangan penduduk miskin, diantaranya: program Bantuan Langsung Tunai (BLT), Beras Rakyat Miskin (Raskin), Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM), Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari Menko Perekonomian, Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dari Kementerian Kesehatan dan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dari Kementerian Pendidikan. Program–program sosial ini begitu lekat di masyarakat meskipun sebenarnya masih banyak lagi dana yang digulirkan pemerintah untuk masyarakat. Di Kementerian Pendidikan, misalnya, selain dana BOS yang disalurkan melalui lembaga pendidikan formal, jalur pendidikan non formal juga menyalurkan bantuan sosial yang diperuntukan  bagi masyarakat baik melalui lembaga pemerintah (SKB, BPKB) maupun non pemerintah (LKP, PKBM, dan yayasan pendidikan sejenis yang ada di masyarakat). Bentuk-bentuk kegiatan yang dapat mengakses bantuan sosial dari Direkorat Pembinaan Kursus dan Kursus diantaranya  Program Desa Vokasi, Pendidikan Kewirausahaan Masyarakat (PKM) dan Pendidikan Kecakapan Hidup yang diarahkan agar orang dewasa usia produktif yang sudah tidak lagi mengikuti pendidikan formal, minim ketrampilan (unskill), minim pendapatan (jobless), memperoleh bantuan  kursus sebagai bekal untuk bekerja atau berwirausaha.
Upaya pengatasan terhadap pengangguran dan kemiskinan memerlukan program yang tepat guna dan tepat sasaran. Hal ini terjadi karena jumlah penduduk Indonesia saat ini 257 juta jiwa dengan jumlah pengangguran terbuka tahun 2011 sejumlah 7,7 juta jiwa. Pengangguran terbuka ini dikelompokkan menurut tamatan pendidikan tertinggi, sejumlah 877 ribu jiwa yang tidak atau belum lulus SD dan 3,01 juta lulusan SD dan SMP, 3,07 juta lulusan SLTA,  244 ribu Lulusan diploma dan 492 ribu jiwa lulusan PT (BPS, 2011). Data tersebut menunjukkan bahwa dominasi pengangguran adalah pada jumlah lulusan SD, SMP dan SMA.
Masih tingginya angka pengangguran di Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya: minimnya lapangan kerja yang tersedia, semakin menyempitnya lahan pertanian di daerah pedesaan, rendahnya tingkat pendidikan dan ketrampilan masyarakat, terbatasnya akses informasi tentang kebutuhan pasar kerja, dan tidak relevannya kompetensi yang dimiliki oleh tenaga kerja dengan kebutuhan lapangan kerja. Dalam menghadapi berbagai persoalan seperti itu, lapangan kerja sektor informal merupakan salah satu strategi yang dapat digunakan untuk mengatasi berbagai persoalan ketenagakerjaan tersebut, dan menyiapkan tenaga kerjanya  dengan penyelenggaraan Kursus Para Profesi (KPP) sektor Informal. Dalam kenyataannya,  Kebutuhan tenaga kerja sektor informal masih banyak dibutuhkan. Namun dalam waktu yang bersamaan, masyarakat masih memandang sebelah mata terhadap profesi ini, sementara itu pengguna jasa maupun kebutuhan akan pekerjaan bagi masyarakat dengan latar belakang pendidikan yang mendominasi pengangguran dapat dijadikan solusi dalam memberdayakan masyarakat miskin untuk memperoleh pekerjaan dan penghasilan tetap.
Seiring dengan semakin besarnya jumlah perempuan bekerja di luar rumah, keberadaan tenaga penata laksana rumah tangga (PLRT) semakin banyak dibutuhkan oleh masyarakat, terutama keluarga di daerah perkotaan maka KPP sektor informal khususnya bidang Ketatalaksanaan Rumah Tangga merupakan alternatif bagi masyarakat untuk mendapatkan pekerjaan sesuai dengan kualifikasinya.
Dewasa ini ibu bekerja di luar rumah sudah menjadi fenomena umum, dan kondisi inipun dapat memberikan dampak positif bagi perkembangan anak (dari satu sisi: kemandirian). Namun banyak sisi lain yang lebih penting untuk diperhatikan diantaranya adanya tenaga yang mampu membantu pekerjaan di rumah. Selama ini pekerjaan sebagai Penata Laksana Rumah Tangga merupakan alternatif terakhir jika masih ada peluang kerja yang lain. Hal ini terjadi karena masyarakat memandang bahwa pembantu rumah tangga dan penata laksana rumah tangga identik dengan image “pelayan” dan pelayan harus tunduk pada majikan. Demikian pula pekerjaan ini tergolong sangat rentan terhadap pelanggaran hak-hak pekerja, diantaranya hak atas gaji yang layak, hak mendapat pelayanan kesehatan, hak mendapat hiburan, hak untuk istirahat (Iswati, 2001). Kondisi ini diperparah lagi dengan belum adanya perundangan khusus yang mengatur tentang tenaga kerja yang bekerja dibidang pembantu rumah tangga maupun penata laksana rumah tangga.
Ketika banyak orang bicara tentang keadilan, kesetaraan, demokrasi, hak asasi manusia (HAM), sepertinya orang lupa pada satu kelompok yang tidak bisa menikmati demokrasi dan hak asasi tersebut tetapi bisa membuat banyak orang tersebut merasa hebat dalam segala hal. Mereka adalah tenaga Tata Laksana Rumah Tangga (TLRT), kelompok yang dianggap sepele dan kelompok yang dianggap tidak penting, namun ternyata merekalah yang mempunyai andil besar bagi mereka yang menggunakan jasanya. Pekerjaan sehari-hari yang mereka lakukan yaitu; menyiapkan makan, mencuci, menyetrika, menyapu dll. Tapi tanpa pernah berpikir, bahwa tanpa tenaga TLRT, perempuan atau pun laki-laki yang bekerja diluar rumah tidak bisa mengerjakan pekerjaan rumah dan tidak bisa berkarier di luar rumah. Tenaga TLRT ini rentan terhadap kekerasan misal: fisik, psikis, ekonomi, sosial. Tenaga TLRT ini banyak ditemui mengalami pelanggaran hak-haknya: upah yang sangat rendah ataupun tidak dibayar, jam kerja yang panjang: rata-rata di atas 12-16 jam kerja yang beresiko tinggi terhadap kesehatan. Selain itu mereka juga tidak mendapatkan hari libur mingguan, cuti,  minim kesempatan untuk bergaul atau bermasyarakat, rentan akan eksploitasi agen,  korban trafficking, tidak ada jaminan sosial, tidak ada perlindungan ketenagakerjaan. Sementara di sisi lain perlindungan hukum baik di level lokal dan nasional tidak melindungi tenaga TLRT. Dalam realitasnya, jutaan tenaga TLRT mengalami persoalan eksploitasi, kerentanan pelecehan dan kekerasan, dan mereka tak berdaya menyuarakannya. Indonesia adalah salah satu negara dengan jumlah PRT terbesar dengan 10 juta PRT lokal dan 6 juta PRT migran. Dari 2007 sampai dengan 2011, tercatat 726 kasus kekerasan berat terhadap tenaga TLRT di Indonesia, yang mana 536 kasus upah tak dibayar, 348 diantaranya terjadi pada PRTA, 617 kasus penyekapan, penganiayaan hingga luka berat, dan bahkan meninggal.
Untuk mengurangi permasalahan-permasalahan tenaga TLRT salah satunya mengikis pandangan bahwa pekerjaan sebagai tenaga TLRT merupakan pekerjaan yang didominasi oleh perempuan berlatar pendidikan rendah dan status sosial ekonomi yang rendah sehingga kompetensinya menjadi rendah pula perlu dikikis dengan membekali calon tenaga TLRT melalui Kursus Para Profesi bidang Tata Laksana Rumah Tangga dan mengkhususkan  tugas TLRT menjadi beberapa kelompok diantaranya House keeper, babysitter, nanny, governess,  care giver dan membekalinya dengan pengetahuan umum serta pendampingan calon tenaga TLRT dalam melaksanakan kesepakatan kerja sebelum memulai bekerja.
Hasil eksplorasi yang dilakukan oleh tim pengembang di enam lokasi yaitu di Kota Semarang, Kabupaten Wonosobo, Kabupaten Temanggung, Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Bantul dan Propinsi Lampung dengan responden LKP yang menyelenggarakan kursus TLRT, calonengguna dan calon peserta didik menunjukkan fakta sebagai berikut: (1) dalam pandangan LKP penyelenggrara Kursus TLRT, kursus yang selama ini dilakukan kurang adanya keseragaman materi yang diberikan kepada peserta didik sehingga lulusannya berbeda kompetensinya dan pada sebagian besar LKP, struktur kurikulum yang digunakan kurang jelas pembagian materinya (materi Umum, inti, penunjang) sedang sarana belajar dan media belajar di LKP sudah cukup memadai untuk teori maupun praktek; (2) dalam pandangan masyarakat calon pengguna tenaga TLRT, rata-rata masyarakat sangat membutuhkan dengan kompetensi penguasaan secara teknis keterampilan inti sesuai program masing-masing untuk Bidang TLRT dan yang sangat penting perlu ditambahkan pengetahuan umum diantaranya adalah sopan santun/tata krama, etika, kejujuran, kedisiplinan, pengendalian emosi/kesabaran dan tanggungjawab, dan (3) dari pandangan calon peserta didik, masih banyak masyarakat yang sangat membutuhkan pekerjaan tetapi belum punya keterampilan secara khusus sedang kebutuhan dunia kerja membutuhkan SDM yang sudah siap bekerja dan menguasai bidang pekerjaanya secara menyeluruh. Sasaran diarahkan ke daerah pedesaan yang tingkat pendidikan masyarakatnya masih tergolong rendah, tetapi keadaan di lapangan, dunia industripun sudah merambah ke pelosok desa dengan persyaratan yang minim sekali sehingga masyarakat banyak yang bergabung di dunia industri ini karena jelas jenis pekerjaannya. Untuk meningkatkan daya tarik peluang kerja di bidang Tata Laksana Rumah Tangga  tim pengembang mengkhususkan bidang kerja di TLRT yang terbagi menjadi 5 bidang yaitu House keeper, Baby Sitter, Nanny, Governnes dan care giver. Dengan pembagian kerja yang jelas di TLRT diharapkan masyarakat lebih tertarik sehingga kebutuhan tenaga kerja di bidang TLRT dapat terpenuhi.
Memperhatikan berbagai persoalan ketenaga kerjaan dan kebutuhan masyarakat akan TLRT, selanjutnya diperlukan prakarsa inovatif dan efisien untuk memberikan layanan kursus yang memungkinkan calon tenaga kerja TLRT memiliki kompetensi tertentu seperti yang diharapkan oleh masyarakat. Untuk memenuhi maksud tersebut kelompok kerja vokasi Pusat Pengembangan Pendidikan Anak Usia dini, Nonformal dan Informal, mengembangkan model KPP sektor Informal bidang TLRT berbasis kompetensi dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat akan tenaga TLRT yang memiliki kompetensi tertentu.

Peningkatan Kompetensi Pengelolaan Sarana Pembelajaran Kursus



 Pembangunan di segala bidang terus dilaksanakan salah satunya di bidang pendidikan. Kebijakan pembangunan pendidikan nasional diarahkan untuk meningkatkan ketersediaan, keterjangkauan, kualitas, kesetaraan dan kepastian secara efisien dan efektif. Untuk mewujudkan tujuan tersebut maka dalam penyelenggaraan pendidikan nasional bertumpu pada 5 prinsip yakni ketersediaan berbagai program layanan pendidikan, biaya pendidikan yang terjangkau bagi seluruh masyarakat, semakin berkualitasnya setiap jenis dan jenjang pendidikan, adanya perbedaan layanan pendidikan ditinjau dari berbagai segi, dan jaminan lulusan untuk melanjutkan dan keselarasan dengan dunia kerja.
Mutu penyelenggaraan program Kursus dan lulusan yang berkualitas telah menjadi kebutuhan masyarakat dan tuntutan Dunia Usaha dan Dunia Industri (DUDI) yang mensyaratkan kompetensi tertentu yang harus dimiliki oleh lulusan kursus. Untuk mewujudkannya, satuan PAUDNI yang menyelenggarakan program kursus baik LKP, PKBM, SKB atau lainnya harus memahami Standar Nasional Pendidikan (SNP). Delapan standar sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 19 Tahun 2005 meliputi standar kompetensi lulusan, standar isi, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar proses, standar pembiayaan, standar pengelolaan, standar penilaian pendidikan serta standar sarana dan prasarana. Berdasarkan delapan standar tersebut, seyogianya penyelenggara kursus terus melakukan perbaikan pengelolaan agar dapat bersaing dan berdaya unggul dalam era dunia global. Penyelenggara kursus yang unggul dapat memenuhi standar yang dipersyaratkan oleh target pasar sehingga calon peserta didik dapat menilai kualitas penyelenggara kursus yang akan dituju berdasarkan standar yang telah ditetapkan.
Standar sarana prasarana pembelajaran merupakan bagian dari standar nasional yang perlu ditata dilapangan. Sarana adalah segala sesuatu berupa peralatan praktik utama yang dapat digunakan sebagai alat atau media dalam mencapai maksud dan tujuan dari seluruh kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan oleh lembaga pendidikan nonformal. Persyaratan minimal tentang sarana, harus ada perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya. Prasarana adalah fasilitas dasar untuk menjalankan fungsi pembelajaran di lembaga pendidikan nonformal, berupa lahan dan bangunan. Persyaratan minimal tentang prasarana memiliki ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang instalasi dan jasa, tempat beribadah, tempat bermain atau berekreasi. Sarana pembelajaran menjadi salah satu kunci penting keberhasilan mutu pembelajaran dan lulusan. Pembelajaran dengan menggunakan sarana yang sesuai dengan kebutuhan DUDI menjadi keharusan dan keniscayaan. Ketidaksesuaian pemenuhan sarana pembelajaran akan menjadikan lulusan program kursus tidak memiliki daya saing di DUDI dan tidak mampu berwirausaha mandiri.
Perkembangan kursus yang begitu pesat telah mendorong pertumbuhan penyelenggara kursus dengan mutu yang sangat beragam. Mulai dari yang paling bagus dimana Standar Nasional Pendidikan dipedomani sampai kepada penyelenggara yang on-off istilahnya. Kenyataan dilapangan masih banyak penyelenggara kursus yang masih minim sarana dan prasarananya dimana Standar Kompetensi Lulusan belum dibuat, Kurikulum dan silabus  masih menggunakan dari pusat (Direktorat Pembinaan Kursus dan Pelatihan), Rencana Pengajaran tidak ada, kalender pendidikan belum dibuat, jika ada tidak sesuai dengan program yang dilaksanakan. Penataan ruang yang masih rancu antara tempat pembelajaran dan ruang administrasi serta kurangnya pemahaman pentingnya branding program kursus.
Kondisi lapangan semacam itu terekam saat diadakan verifikasi penilaian kinerja LKP maupun monitoring program kursus baik yang diselenggarakan oleh SKB, PKBM atau lainnya. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar LKP belum memiliki kualitas yang diharapkan, masih banyak lembaga kursus yang memerlukan pembinaan-pembinaan, beberapa kelemahan di bidang manajemen termasuk salah satunya adalah kualitas sarana pembelajaran.
Berdasarkan temuan tersebut P2PNFI Regional II Semarang berusaha membenahi permasalahan-permasalahan tersebut dengan mengadakan Orientasi Teknis Peningkatan Kompetensi Pengelolaan Sarana Pembelajaran yang telah dilaksanakan pada tanggal 19 s/d 23 November 2012 di Laras Asri Resort & Spa Salatiga.

Pengertian dan Istilah dalam Kursus Tata Laksana Rumah Tangga (TLRT)

    Bidang Tata Laksana Rumah Tangga memang masih belum mendapatkan tempat di hati masyarakat karena masih melekat image bahwa tenaga TLRT sama dengan babu, tetapi keadaan di masyarakat bidang ini sangat dibutuhkan. Bagaimana mencarikan solusi agar kebutuhan masyarakat terpenuhi tanpa merendahkan yang lainnya.  Penyiapan tenaga tata laksana rumah tangga dengan membagi bidang-bidang kerja tertentu melalui kursus inilah sebagai langkah awal untuk merubah image masyarakat. Pengertian dan istilah yang ada dalam bidang TLRT ini diantaranya adalah :
1. Tata laksana rumah tangga adalah sebuah profesi yang bersifat jasa pada sektor domestik yang berfungsi menangani urusan  atau tata kelola pekerjaan rumah tangga. Jasa tenaga bidang TLRT sebagai sebuah profesi diperlukan persyaratan keahlian khusus yang ditunjukkan dengan sertifikat kompetensi yang diterbitkan oleh Lembaga sertifikasi kompetensi atau lembaga sertifikasi profesi.
2.  Housekeeper atau bagian tata graha  adalah seseorang yang tugasnya memasak, mengatur atau menata peralatan, menjaga kebersihan dan kenyamanan, memperbaiki kerusakan dan memberi dekorasi dengan tujuan agar rumah tersebut tampak rapi, bersih, menarik dan menyenangkan bagi penghuninya.
3. Babysitter hanya berperan sebagai penjaga anak ketika orang tuanya berpergian. Tugasnya hanya menjaga dan mengasuh bayi anak. Di luar negeri, Baby Sitter pendidikan formalnya SLTA (senior High School) tanpa dilatih merawat anak. Sedangkan di Indonesia, pendidikan formalnya SD/ SLTP dan dilatih selama 200 jam.
4.  Nanny adalah perawat balita yang sudah melalui pendidikan khusus/ formal training dengan standart tertentu, yang bertugas merawat, mendidik, dan mengasuh bayi baru lahir sampai dengan balita.
5. Governess adalah pendidik anak di rumah yang bertugas mendidik, merawat, dan mengasuh anak Playgroup, TK, SD, mengajar cara bergaul, dan memberi pelajaran seperti di sekolah dsb.
6. Caregiver (pengasuh) dikenal dengan berbagai nama lain seperti Asisten Perawat Pribadi (PCA = Personal Care Assistant) petugas perawatan pribadi, asisten perawatan pasien adalah individu yang dipekerjakan untuk membantu orang-orang yang cacat atau sakit kronis dengan aktivitas kehidupan mereka sehari-hari (ADLs = Activities of daily living) baik di dalam rumah, di luar rumah, atau keduanya. Mereka membantu klien secara intents dan personal, membantu mobilitas secara fisik dan keperluan perawatan terapi sesuai rencana perawatan yang ditetapkan oleh praktisi kesehatan rehabilitasi, pekerja sosial atau pelayanan kesehatan professional lainnya.
7.  Perjanjian kerja adalah perjanjian tertulis antara PLRT dengan pengguna yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban masing-masing pihak.
8.  Job order (demand letter) adalah kebutuhan permintaan PLRT yang menyangkut jumlah, jenis pekerjaan dan kompetensi serta persyaratan lainnya.

Kalender Pendidikan Program Kursus



Kalender Pendidikan Kursus

Lembaga Kursus dan pelatihan didirikan untuk menghasilkan lulusan yang memiliki kompetensi bidang tertentu  sesuai dengan minat dan bakat peserta didik. Untuk menghasilkan lulusan yang berkompeten dalam satu bidang keahlian, ada berbagai standar kompentensi yang harus dicapai oleh peserta didik melalui berbagai tahap dan memerlukan rentang waktu pembelajaran yang cukup dalam melaksanakan kegiatan belajar  mengajar. Oleh karena itu kegiatan belajar mengajar perlu disusun dengan baik untuk memberikan  waktu yang cukup bagi instruktur memberikan materi dan peserta didik mencapai ketuntasan belajar. Salah satu alat yang digunakan untuk mencapai tahapan-tahapan ketuntasan belajar tersebut adalah dengan menggunakan kalender pendidikan.
Dengan kalender  pendidikan setiap kegiatan belajar mengajar  diberikan keluwesan dalam pengelolaan kegiatan pembelajaran di Satuan Pendidikan yang disesuaikan dengan kalender nasional terkait libur hari raya, peringatan kemerdekaan dan agenda kegiatan dari dinas pendidikan, sehingga dengan memperhatikan berbagai hal tersebut kegiatan belajar mengajar bisa dilaksanakan dengan efektif dan efisien.
Kalender pendidikan pada lembaga kursus dan pelatihan (LKP) mempunyai karakteristik yang khusus dan berbeda dengan kalender pendidikan yang diselenggarakan pada pendidikan formal. Pada pendidikan formal kalender pendidikan dapat ditentukan dalam satu tahun yang dibagi menjadi 2 semester. Kapan permulaan tahun ajaran, pelaksanaan ujian, libur ujian dan sebagainya dapat ditentukan dengan keseragaman waktu yang telah ditentukan oleh Dinas Pendidikan dan pergeseran dari tahun ke tahun tidak begitu besar.
Pada LKP menganut sistem yang berbeda. Variasi lama pendidikan antar program satu dengan lainnya sangat besar. Pada program yang berjalan satu tahun tidak begitu bermasalah, namun pada program pembelajaran jangka pendek yang lama pendidikan 3 bulan atau 4 bulan perlu teknik penyusunan kalender pendidikan tersendiri. Di samping program jangka pendek ada juga program privat yang lama program belajarnya sangat bervariatif, sehingga teknik penyusunan kalender pendidikan pada program kursus dibuat secara khusus agar kegiatan belajar mengajar dapat berjalan dengan lancar.
Tujuan penyusunan kalender pendidikan pada Lembaga Kursus dan Pelatihan adalah   :
a.     Mengatur kegiatan pembelajaran efektif bagi lembaga kursus dan pelatihan untuk mencapai ketuntasan belajar
b.     Menentukan kegiatan magang ke DUDI, evaluasi hasil belajar dan uji kompetensi peserta didik.
c.      Mengatur kegiatan libur nasional, libur puasa, libur hari raya, libur hari keagamaan, pertengahan semester dan akhir semester.
d.     Menentukan ketuntasan belajar pada setiap kelompok belajar pada program jangka pendek (2 atau 3 bulan) ataupun privat .
Kesimpulannya kalender pendidikan antara sekolah formal dan program kursus bentuknya berbeda khususnya waktu pelaksanaan meskipun konten di dalamnya sama.

Selasa, 23 Oktober 2012

Motivasi

Melatih Diri Menahan Emosi

Dalam kehidupan seperti dua sisi mata uang, ada susah ada senang, ada terang ada gelap itulah realita. Mungkinkah kita bisa menghindari hal yang tidak kita inginkan. Jawabnya sudah pasti "Tidak mungkin".
Apa yang bisa kita lakukan untuk menyikapi keadaan yang tidak menyenangkan ?
Kita kembali kepada fitrah bahwa kita sebagai makluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri, sehingga dalam melangkah di setiap kehidupan resiko bersinggungan dengan orang lain sudah pasti ada. Amarah salah satu hal yang sering muncul dibenak kita, tapi perasaan ini tidak boleh kita biarkan dengan melampiaskan ke hal yang tidak bagus. Kendalikan diri dengan mau mengerti hal yang membuat kita marah dengan mengurai permasalahan yang menyebabkannya. Dengan ketulusan dan keiklasan kita akan menemukan jalan yang terbaik bagi semuanya.

Ana Kristiani (MMP)
NIM 942012012